Melaksanakan Umrah Sunat Berkali-kali

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 52
...

Mengunjungi tanah suci Mekah dan Madinah menjadi dambaan setiap Muslim. Namun tidak semua orang memiliki kesempatan. Sehingga pada saat ada kesempatan umrah mereka sangat gembira dan memanfaatkan waktunya untuk beribadah sehingga dia bisa melaksanakan ibadah umrah berkali-kali. Ada juga pelaksanaan umrah berkali-kali dalam satu rangkaian haji baik sebelum atau sesudah haji. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran tidak bisa lagi berkunjung ke tanah suci pada kesempatan lain. Bagi yang ingin melaksanakan umrah berkali-kali dalam satu kesempatan, kami sajikan dalil-dalil sebagai landasan hukum dalam melaksanakannya.

Namun sebelum dijelaskan landasan hukum melaksanakan umrah berkali-kali, kami akan menjelasakan hukum umrah itu sendiri. Para ulama berbeda pendapat status hukum umrah. Menurut madzhab Maliki dan mayoritas ulama dari kalangan madzhab Hanafi menyatakan bahwa umrah hukumnya adalah sunah mu`akkadah, sekali seumur hidup. Tetapi menurut sebagian ulama lain dari kalangan madzhab Hanafi hukumnya wajib sekali seumur hidup. (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Kuwait, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, cetakan ke-1, Mesir, Darus Shafwah, juz XXX, halaman 315).

Sedangkan menurut pendapat yang azhhar (kuat) dalam madzhab Syafi’i dan menurut madzhab Hanbali, hukum umrah adalah wajib sekali dalam seumur hidup. Namun Imam Ahmad bin Hanbal menegaskan bahwa umrah tidak wajib bagi penduduk kota Makkah karena rukun umrah yang paling dominan adalah thawaf, sedang mereka terbiasa melakukannya. (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Kuwait, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, cetakan ke-1, Mesir, Darus Shafwah, juz XXX, halaman 315).

Terkait dengan hukum melaksanakan umrah berkali-kali, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama madzhab Maliki dan Syafi’i. Ibnu Abdil Barr salah satu ulama dari kalangan madzhab Maliki menyatakan bahwa menurut mayoritas ulama memperbolehkan untuk melakukan umrah berkali-kali dalam sehari semalam. Argumentasi yang disuguhkan untuk mendukung pandangan ini karena memperbanyak umrah adalah termasuk dari amal kebajikan. Karena itu jika pandangan ini ingin ditolak, maka kita harus menyertakan dalil yang secara tegas menolaknya. Sementara tidak ada dalil yang melarangnya, bahkan dalil yang ada adalah memperbolehkannya, sebagaimana firman Allah SWT “Lakukanlah kebajikan,” (QS Al-Hajj: 77) dan sabda Rasulullah SAW, “Antara umrah yang satu ke umrah yang lain akan menghapus dosa di antara keduanya. Haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.”

Senada dengan pandangan di atas adalah pandangan dari madzhab Syafi’i sebagaimana dikemukakan oleh Muhyiddin Syarf An-Nawawi. Menurutnya, melakukan umrah berkali-kali dalam satu tahun tidak dimakruhkan jika umrah berkali-berkali dalam sehari, bahkan sunah untuk memperbanyak umrah, sebagaimana penjelasannya : Walaa yukrohu ‘umratani wa tsalaatsun wa aktsaru fissanatil wahidati walaa fil yawmil wahidi bal yustahabbu iktsaru minha bilaa khilafin ‘indana. Artinya, “Di kalangan kami (madzhab Syafi’i) tidak ada perbedaan bahwa tidak dimakruhkan melakukan dua umrah, tiga, atau lebih banyak lagi dalam satu tahun. Begitu juga ketika dilakukan dalam satu hari, bahkan hal tersebut dianjurkan untuk memperbanyaknya,” (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz VII, halaman 138).

Ada juga ulama lain yang membolehkan umrah berulang kali dalam sekali safar adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz dalam perkataannya : “Aku menyukai jika ada yang mengambil umrah yang kedua untuk diri sendiri atau untuk yang lain, tidaklah masalah untuk itu. Namun, ia hendaklah keluar dari Makkah menuju tanah halal seperti Tan’im atau Ji’ronah atau selainnya. Ia berihram dari tempat tersebut, kemudian masuk, lalu melakukan thawaf dan sa’i, serta tahallul (taqshir). Ia boleh melakukan umrah tersebut untuk dirinya sendiri ataukah untuk mayat dari kerabat dan orang-orang yang ia cintai. Ia juga masih boleh melakukan umrah untuk orang yang tidak mampu karena usianya sudah sepuh sehingga tidak mampu berumrah. Seperti itu tidaklah masalah.”

Al-‘Allamah Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah dalam Al-Minhaj Al-Qawim berkata, yasunnul iktsaru minal ‘umrati walaw fil yawmil wahidi, idz hiya afdhalu minath thawafi ‘alal mu’tamadi. Artinya “Disunnahkan memperbanyak umrah walaupun dalam satu hari. Amalan tersebut lebih afdal daripada memperbanyak thawaf. Demikian pendapat mu’tamad (pendapat resmi dalam madzhab Syafii).”

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengutus bersama saudaranya ‘Abdurrahman, ia diperintahkan berumrah dari Tan’im. (Muttafaqun ‘alaih).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Jika seseorang tinggal di Makkah atau singgah di Makkah lantas berkeinginan untuk umrah, maka miqatnya adalah miqat terdekat. Inilah pendapat dari Imam Syafii. Para ulama Syafiiyah pun menyepakatinya bahwa cukup baginya untuk mencapai tanah halal walau hanya satu langkah dari arah mana saja selama itu sudah masuk tanah halal. Itu adalah miqat yang wajib. Adapun yang disunnahkan adalah mengambil miqat untuk umrah dari Ji’ronah. Karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berumrah dari Ji’ronah. Jika tidak bisa, maka lewat Tan’im karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kepada Aisyah untuk mengambil miqat dari Tan’im. Tan’im ini adalah miqat terdekat dari Baitullah. Jika tidak bisa pula, bisa mengambil miqat dari Hudaibiyyah, karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam shalat di situ. Urutan miqat dari segi keutamaan adalah Ji’ronah, Tan’im, lalu Hudaibiyyah. Inilah yang disebutkan ulama Syafiiyah dan mereka menyepakatinya dan tidak ada ikhtilaf di dalamnya. Lihat Al-Majmu’, 7:211 dan Mughi Al-Muhtaj, 2:229.

Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan bahwa tidak ada ikhtilaf mengenai bolehnya umrah bagi orang yang berada di Makkah untuk orang yang bermukim atau yang mendatangi Makkah. Ibnu Qudamah berkata, “Siapa saja yang berada di Makkah, maka itu adalah miqat untuk haji. Jika ia ingin berumrah, maka hendaklah ia keluar menuju tanah halal. Kami tidak mengetahui ada perselisihan mengenai hal ini. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kepada ‘Abdurrahman untuk membantu Aisyah berumah dari Tan’im.” (Al-Mughni, 3:11)

Kesimpulannya, mengulangi umrah, melakukannya lebih dari sekali dalam sekali safar itu dibolehkan. Tidak ada dalil yang melarang hal ini. Kebanyakan ulama membolehkannya.

Berdasarkan penjelasan di atas, beberapa KBIH melaksanakan umrah ada yang 7 kali umrah sunnah sebelum dan sesudah melaksanakan haji. (KH. Lukman Hakim)

Wallaahu a’lam.

Artikel Lainnya