Dalam doa Nabi Ibrahim AS yang terdapat dalam Al-Qur'an, beliau memohon kepada Allah agar tidak dihinakan pada hari kiamat. Dalam ayat tersebut, Allah menyebutkan bahwa di hari kiamat, harta dan anak-anak laki-laki tidak akan berguna, kecuali mereka yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (qalbun salim). Ayat ini mengingatkan umat Islam bahwa kemuliaan seseorang di akhirat tidak diukur dengan kekayaan atau status duniawi, tetapi lebih pada kekuatan iman yang terwujud dalam keadaan hati yang bersih dan suci dari segala yang tercela.
Konsep qalbun salim secara umum diartikan oleh para ulama tafsir sebagai hati yang terhindar dari pemikiran dan pemahaman yang sesat. Hati yang bersih adalah hati yang tidak tercemar dengan unsur-unsur kemusyrikan, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Sebagai contoh, hati yang bebas dari syirik, baik yang jelas maupun yang samar, adalah cerminan dari qalbun salim. Dengan demikian, hati yang bersih adalah hati yang selaras dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, yang terjaga dari segala macam penyimpangan aqidah.
Imam Ghazali, dalam pandangannya, menggambarkan qalbun salim sebagai hati yang telah mendapatkan pencerahan dari Allah SWT. Hati yang tercerahkan adalah hati yang tidak dipenuhi oleh dosa dan maksiat, yang tentunya dapat merusak rohani dan membekas dalam jiwa. Setiap perbuatan dosa menyebabkan noda pada hati, dan untuk menjaga hati tetap bersih, seseorang harus berusaha untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari jalan kebenaran yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Selain itu, qalbun salim juga harus terbebas dari apa yang disebut sebagai "berhala kehidupan". Dalam konteks ini, berhala tidak hanya berarti patung yang disembah, melainkan segala sesuatu yang lebih diprioritaskan dan dijadikan tujuan hidup selain Allah. Allah mengingatkan dalam Al-Qur'an, bahwa orang yang hatinya penuh dengan keraguan atau penyakit hati, akan terjerumus dalam kesesatan dan ketidakpastian. Maka, qalbun salim adalah hati yang hanya menyembah Allah dan menjadikan-Nya sebagai pusat hidupnya, tanpa ada yang lebih penting dari-Nya.
Terakhir, Imam Ghazali menyebutkan bahwa qalbun salim adalah hati yang bebas dari 'stempel' atau penutupan yang menutup kemungkinan untuk menerima kebenaran. Hati yang telah terkunci rapat-rapat, yang tidak lagi mampu menerima petunjuk dari Allah, adalah hati yang telah disegel oleh-Nya. Inilah hati orang-orang yang sengaja menolak kebenaran dan tetap dalam kekafiran mereka. Sebaliknya, qalbun salim adalah hati yang selalu bersih dan terbuka untuk menerima hidayah Allah, selalu berusaha menjaga fitrah kemanusiaannya untuk senantiasa mengingat dan menuhankan Allah serta berusaha hidup dalam kebenaran dan akhlak yang baik.
---------
Dalam salah satu doanya, Nabi Ibrahim AS pernah memohon kepada Allah agar ia tidak direndahkan di akhirat kelak. Katanya,
وَلَا تُخْزِنِيْ يَوْمَ يُبْعَثُوْنَ
wa laa tukhzinii yauma yub'asuun .....
''Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.'' (QS as-Syu'ara' [26]: 87-89).
Di akhirat, kemuliaan seseorang, seperti tergambar dalam ayat di atas, tidak ditentukan oleh harta dan kekuasaan yang dimiliki, tetapi lebih ditentukan oleh kekuatan imannya yang dalam ayat ini dinyatakan dengan istilah qalbun salim, yaitu hati yang sehat atau hati yang bersih.
Pada umumnya para ahli tafsir memahami makna kata qalbun salim itu dengan arti salamat al-qalb `an al-`aqaid al-fasidah, yaitu hati yang terhindar dari pemikiran dan pemahaman yang sesat.
Dengan kata lain, qalbun salim dimaknai sebagai hati yang bersih dari unsur-unsur kemusyrikan, baik yang nyata (jaliy) maupun yang laten (khafiy).
Secara sufistik, Imam Ghazali memahami hati yang bersih (qalbun salim) itu sebagai hati yang memperoleh pencerahan dari Allah SWT.
Hati yang tercerahkan itu, dalam pandangannya, adalah hati yang bersih dan terbebas dari tiga hal ini.
Pertama, bersih dari dosa-dosa dan maksiat. Seperti diketahui, secara rohani, dosa-dosa dapat merusak jiwa atau hati manusia. Setiap dosa menimbulkan noda dalam hati.
Kedua, bersih dari 'berhala' kehidupan. Berhala itu bukan hanya patung, melainkan apa saja yang disembah dan dipertuhankan oleh manusia selain Allah. Firman Allah, ''Apakah (kekufuran mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.'' (QS an-Nur [24]: 50).
Ketiga, bersih dan bebas dari 'stempel' (al-khatm). Hati yang bersih bukanlah hati orang yang telah ditutup rapat-rapat (dikunci mati) oleh Allah. Itulah hati orang-orang kafir yang dengan sengaja menolak wujud Tuhan dan menentang ajaran-Nya.
Jadi, hati yang bersih adalah hati yang pemiliknya mampu menjaga kesucian fitrahnya, sehingga ia tidak pernah lupa 'ikatan primordialnya' untuk selalu menuhankan Allah dan menyembah hanya kepada-Nya. Di samping itu, ia selalu condong (hanif) kepada kebenaran, kebaikan, dan keluhuran budi pekerti (akhlaq al-karimah)
Istilah-istilah dalam Ibadah Haji Assalaam
Do'a Niat Mandi Sunnah dan Shalat Sunnah Ihram dalam Ibadah Haji Assalaam
Ziarah Sekitar Masjidil Haram Assalaam
Posisi Terhormat Ibu Dalam Konsep Islam Assalaam
Tandatangani MoU, Indonesia akan Berangkatkan 221 Ribu Jemaah pada Operasional Haji 2025 : 12 Jan 2025 ; oleh Mustarini Bella Vitiara Assalaam
Belajar dari Unta: Makna dan Hikmah dari Keberadaannya Assalaam
Ridho Allah dan Cinta-Nya: Tanda-Tanda yang Diberikan kepada Hamba-Nya Assalaam
Kiranya Niat Naik Haji Mereka Telah Betul: Tadarus tentang Naik Haji Oleh: Ahmad Rofi’ Usmani Assalaam
Filosofi Wukuf di Arafah dalam Ibadah Haji Assalaam
Sakit adalah Kesempatan untuk Zikrulloh ; Oleh: Habib Syarief Muhammad Al'aydrus Assalaam
Melaksanakan Umrah Sunat Berkali-kali Assalaam
Shalat sunat thawaf Assalaam
Mohonlah Selalu Dikuatkan Iman Islam: Sebuah Pesan dari Syekh Abu al-Hasan al-Sindi Assalaam
Filosofi Melontar Jumrah dalam Ibadah Haji Assalaam
Allah SWT Memandangi Wajah Manusia Lanjut Usia: Sebuah Perenungan Assalaam