Mutahajjid: Makna Tiga Kali Bangun dan Dua Kali Tidur dalam Tahajjud

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 9
...

Dalam kehidupan seorang Mutahajjid, pelaku tahajjud, terdapat dimensi yang lebih dalam daripada sekadar bangun di tengah malam untuk beribadah. Praktik tahajjud yang dilakukan dengan cara bangun tiga kali dalam semalam—yaitu pada awal, tengah, dan akhir malam—memiliki makna filosofis dan spiritual yang dalam. Selain itu, tidur dua kali selama malam juga mengandung simbolisme yang kaya. Semua ini, sebagaimana dijelaskan dalam Futuhatul Makkiyah karya Syekh Muhyiddin Ibnul 'Arabi, bukan hanya bertujuan untuk mencapai kedekatan dengan Allah, tetapi juga untuk membersihkan hati dan jiwa dari segala kecenderungan negatif.

Tiga Kali Bangun: Melambangkan Tiga Jenis Kesadaran

Setiap kali seorang Mutahajjid bangun untuk melakukan tahajjud, itu bukan hanya sekadar rutinitas fisik. Tiga kali bangun ini melambangkan tiga jenis kesadaran yang berbeda, yang masing-masing memiliki makna tersendiri dalam perjalanan spiritual seorang hamba.

1. Kesadaran Akal (Ghafwah)

Bangun pertama kali di awal malam melambangkan kesadaran akal dari tidur ringan, yang disebut dalam bahasa Arab sebagai ghafwah. Ini adalah tahap di mana seseorang mulai sadar dari ketidaksadaran yang diakibatkan oleh kelalaian atau gangguan duniawi. Pada tahap ini, akal kembali terjaga, mampu merenung, berpikir, dan menyaring pikiran-pikiran yang selama ini tenggelam dalam rutinitas harian. Ini adalah awal dari perjalanan menuju pencerahan spiritual.

2. Kesadaran Ruh (Ruqadah)

Bangun kedua kali, di tengah malam, menunjukkan kesadaran ruh dari tidur lelapnya, yang dalam istilah tasawuf disebut ruqadah. Tidur yang lelap ini simbolik dengan keterperangapan dan keterjagaan jiwa. Saat bangun dari tidur lelap ini, ruh seorang hamba dibangkitkan untuk menyadari akan hakikat dirinya dan hubungan dengan Sang Pencipta. Pada saat ini, hati dan jiwa mulai menanggalkan dunia dan melibatkan diri dalam kedekatan dengan Allah. Ini adalah saat yang paling penuh makna dalam ibadah tahajjud, karena saat itulah seseorang merasa seolah-olah berhadapan langsung dengan Sang Maha Pencipta.

3. Kesadaran Qalbu terhadap Panggilan Langit

Bangun ketiga kali, biasanya menjelang fajar, merupakan refleksi dari kesadaran qalbu (hati) terhadap panggilan langit—panggilan yang Allah sampaikan melalui wahyu, ilham, dan petunjuk-Nya. Pada waktu ini, qalbu seorang hamba harus dapat merespon panggilan itu dengan penuh ketulusan, menyambut dengan sikap taat dan tunduk tanpa ragu. Kesadaran qalbu ini menunjukkan kedalaman hubungan spiritual, di mana seorang hamba tidak hanya beribadah dengan akal dan ruh, tetapi dengan seluruh hati dan perasaan. Ini adalah puncak dari ikhlas dalam beribadah, di mana seorang Mutahajjid merasa seolah-olah hanya dirinya dan Allah yang ada, tanpa gangguan apapun.

Dua Kali Tidur: Melambangkan Dua Kematian

Selain tiga kali bangun, tidur dua kali selama malam memiliki makna simbolis yang mendalam. Tidur ini menggambarkan dua kematian, yang menjadi pengalaman penting dalam perjalanan spiritual seorang hamba.

1. Kematian Jasmani dari Tuntutan Duniawi

Tidur pertama kali, setelah bangun pada malam pertama, melambangkan kematian jasmani. Ini adalah kematian terhadap tubuh yang selama ini tunduk pada keinginan duniawi. Sebagai seorang hamba yang berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah, tidur ini melambangkan melepaskan diri dari segala tuntutan dunia yang sering kali mengalihkan perhatian dari kehidupan spiritual. Dengan tidur ini, seorang Mutahajjid mengikhlaskan tubuhnya untuk beristirahat, menyadari bahwa dunia hanyalah tempat sementara yang tidak patut dijadikan sebagai tujuan utama.

2. Kematian Jiwa dari Dorongan Keburukan

Tidur kedua kali, menjelang fajar, melambangkan kematian jiwa dari segala dorongan keburukan dan nafsu yang menjerumuskan diri ke dalam kerusakan. Jiwa yang terjaga dari keinginan-keinginan buruk dan godaan hawa nafsu diibaratkan seperti mati terhadap segala hal yang tidak bernilai. Inilah saat seorang hamba menyucikan dirinya, melepaskan diri dari sifat-sifat negatif seperti kesombongan, iri hati, dan kemarahan, serta kembali kepada fitrah yang suci. Tidur ini simbolik sebagai 'kematian' dari segala dorongan yang mengarah kepada keburukan, agar jiwa bisa terlahir kembali dalam keadaan lebih bersih dan siap menerima cahaya-Nya.

Tahajjud: Jalan Menuju Pencerahan dan Pembersihan Jiwa

Melalui praktik Mutahajjid yang melibatkan tiga kali bangun dan dua kali tidur, seorang hamba belajar untuk mengatasi kelalaian akal, tidur lelap ruh, dan kebutaan qalbu. Dalam proses ini, ia juga mengalami 'kematian' terhadap tubuh yang tergoda oleh dunia dan jiwa yang digerakkan oleh nafsu rendah. Seiring berjalannya waktu, tahajjud bukan hanya menjadi amalan fisik semata, tetapi sebuah latihan spiritual yang membawa seseorang kepada pencerahan yang hakiki.

Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Muhyiddin Ibnul 'Arabi dalam Futuhatul Makkiyah, tahajjud adalah jalan untuk membersihkan diri dan membangkitkan kesadaran dalam tiga aspek kehidupan—akal, ruh, dan qalbu—serta memperbaiki hubungan dengan Allah. Hanya dengan kesungguhan dan pemahaman yang mendalam terhadap makna-makna ini, buah dari tahajjud akan dapat dirasakan: kedamaian dalam jiwa, keikhlasan dalam beribadah, dan kesadaran akan tujuan hidup yang lebih luhur.

Kesimpulan

Praktik tahajjud tidak hanya sekadar bangun di tengah malam dan melakukan shalat, tetapi lebih dari itu, ia adalah perjalanan spiritual yang mendalam. Setiap kali bangun melambangkan kesadaran terhadap dimensi diri yang berbeda, dan setiap kali tidur melambangkan kematian terhadap aspek-aspek negatif dalam diri. Sebagai seorang Mutahajjid, kita tidak hanya sedang menunaikan ibadah, tetapi juga membersihkan jiwa, merasakan panggilan langit, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh kesungguhan hati.

KH. Zaenal Asikin

Artikel Lainnya