Abu Nuwas Pun Akhirnya Bertobat : Tadarus tentang Sepenggal Kisah Pertobatan Seorang Selebriti Baghdad

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 1
...

“ILÂHÎ, lastu li al-firdausi ahlâ Walâ aqwâ ‘ala al-nâr al-jahîmi Fahab lî taubatan waghfir dzunûbî Fainnaka Ghâfir al-dzanbi al-‘azhimi. Tuhan, memang, surga tak layak bagiku Namun, neraka pun tak tertanggungkan olehku Terimalah tobatku dan ampunilah aku, karena itu Bukankah Kau memang Pengampun atas dosaku.”

Demikian gumam sangat pelan bibir Abu Nuwas di kekelaman malam itu. Beda dengan malam-malam sebelumnya, yang penuh gelak tawa dan arak, malam itu ia merasakan kehampaan. Entah mengapa, malam itu, ketenaran nama dan kenikmatan duniawi tak lagi kuasa memenuhi kehampaan yang mewarnai kalbunya. Sejak seminggu terakhir, setiap malam, selepas berpesta-pora dengan teman-temannya, ia selalu terduduk sendiri di ruangannya: merenungkan perjalanan hidupnya yang terasa kosong dan hampa.

Lalu, pada suatu malam, ketika bulan purnama sedang berpendar cemerlang, Abu Nuwas tinggalkan pesta yang sedang berlangsung dan memilih duduk di bawah sebatang pohon yang rindang. Sambil duduk, ia merenungkan makna kehidupannya. "Apakah gunanya semua keberhasilan dan kesenangan yang kureguk dalam hidupku selama ini? Kesenangan sesaat, kebebasan palsu dan kehampaan kalbu yang tak terisi?" gumam Abu Nuwas. Dengan suara lirih.

Tak lama selepas itu, ia mendengar langkah kaki pelan mendekati dirinya dari arah belakang. Ia pun membalikkan tubuhnya. Ternyata, di belakangnya berdiri seseeorang yang tak pernah ia kenal. Wajah orang itu diwarnai kedamaian dan kebijaksanaan yang memendar dari wajah dan kedua matanya.

"Maafkan saya mengganggumu, Abu Nuwas," kata Tuan Guru itu. Dengan suara lembut.

"Siapakah Anda? Mengapakah Anda mendatangiku? Apakah Anda tahu bahwa hatiku kini sedang dilanda kegalauan?" tanya Abu Nuwas. Penasaran dan penuh rasa ingin tahu.

"Abu Nuwas, aku adalah seorang Tuan Guru yang suka berkeliling negeri. Untuk menyebarkan ajaran agama. Saya, dari kejauhan, melihat kegelisahan dalam gerak dan sikapmu. Bisakah kita berbicara tentang hal ini?" jawab Tuan Guru itu. Dengan senyuman lembut.

Sejenak, Abu Nuwas terkejut. Namun, ketertarikannya akan ketenangan dan kebijaksanaan yang dipancarkan Tuan Guru itu membuat ia setuju untuk mendengarkan apa yang ingin dikatakan Tuan Guru tersebut. Tetap duduk di bawah pohon itu, Abu Nuwas dengan penuh takzim mendengarkan cerita Tuan Guru tentang kehidupan yang lebih bermakna, tentang pengabdian kepada Tuhan dan tentang kebaikan kepada sesama manusia. Ternyata, kata-kata Tuan Guru itu kuasa menggetarkan hati Abu Nuwas, seolah-olah membuka mata hatinya yang terlena selama ini.

"Abu Nuwas. Hidupmu yang bebas dan hedonistik mungkin memberikan kepadamu kesenangan sesaat. Namun, akankah hal itu akan mengantarkan engkau meraih kebahagiaan yang abadi? Renungkanlah," ucap Tuan Guru. Dengan lembut.

Selepas pertemuan dengan Tuan Guru malam itu, Abu Nuwas lantas segera kembali ke rumahnya nan mewah dengan hati yang berdebar-debar. Ternyata, ucapan Tuan Tersebut tersebut terus bergema dalam kepalanya: menyalakan api pertobatan dalam kalbunya. Setiba di rumah, ia pun merenungkan hidupnya yang dulu penuh dengan kejenakaan dan keceriaan, namun terasa hampa.

Di malam-malam berikutnya, Abu Nuwas kembali menemui Tuan Guru itu lagi dan lagi. Mereka berdiskusi tentang agama, filsafat dan arti sejati kehidupan. Tuan Guru itu pun membimbing Abu Nuwas dalam memahami nilai-nilai yang lebih luhur, mengajarkannya tentang kasih sayang, keadilan dan belas kasih.

Abu Nuwas pun kini menyadari, kehidupannya yang dulu hanyalah pencarian kesenangan dan popularitas semu belaka. Ia mulai merasakan keindahan dalam ketenangan dan kedamaian batin. Puisi-puisi Abu Nuwas pun mulai mengalir dengan diwarnai kebijaksanaan yang dalam dan keindahan yang menyentuh hati:

Dulu, kata-kataku hanya penuh pedaya

Namun, pertobatan membuat mata hatiku terbuka

Kini, dari kebenaran puisiku tercipta

Menyentuh jiwa, membawa kedamaian yang nyata

Tahun-tahun berlalu, dan Abu Nuwas tetap melanjutkan perjuangannya dalam menebarkan cinta dan kebaikan. Kini dan hingga akhir perjalanan hidupnya, ia merasakan hidupnya sarat dengan kebahagiaan dan kedamaian yang ia cari. Ia menemukan kehidupan yang lebih bermakna dalam pertobatannya. Setiap jejak langkahnya pun, kini, dipenuhi dengan kearifan dan cinta serta menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya. Ya, menjadi inspirasi orang-orang di sekitarnya.

Matur nuwun, Abu Nuwas!

Oleh: Ahmad Rofi’ Usmani

Artikel Lainnya