Thawaf sunat

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 10
...

Definisi Thawaf Sunat Thawaf sunat adalah ibadah sunnah yang dilakukan dengan cara mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali putaran (thawaf) secara berurutan. Dalam thawaf ini, setiap putaran harus dimulai dan diakhiri dari Hajar Aswad (batu hitam yang terletak di sudut Ka'bah). Seperti halnya thawaf wajib, thawaf sunat dilakukan dengan cara bergerak mengelilingi Ka'bah, namun thawaf sunat ini tidak menjadi rukun dalam ibadah haji atau umrah. Thawaf sunat dapat dilakukan kapan saja, baik sebelum atau setelah ibadah haji dan umrah, selama seseorang berada di Makkah. Thawaf ini bisa dilakukan untuk memperoleh pahala tambahan atau untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam pelaksanaannya, tawaf harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Pertama, suci dari najis dan hadats (kecil maupun besar). Saat melakukan tawaf, harus suci dari hadats kecil dan besar. Demikian pula badan, pakaian dan tempat yang dilalui harus suci dari najis. Bila di tengah tawaf berhadats atau terkena najis, maka harus bersuci dan menghilangkan najisnya terlebih dahulu, kemudian melanjutkan putaran dari tempat ia mulai berhadats atau terkena najis. Dan lebih utama untuk mengulangi tawaf dari awal.

Kedua, menutup aurat. Orang tawaf auratnya harus tertutup, bila di tengah putaran tawaf, auratnya terbuka, maka wajib untuk segera ditutup dan melanjutkan putaran tawaf dari titik saat auratnya terbuka. Bagi orang yang tidak mampu menutup aurat, boleh untuk tawaf dengan membuka auratnya dan tidak wajib mengulangi. Ketiga, memulai tawaf dari hajar aswad Start awal tawaf terhitung dari hajar aswad, sehingga tidak dianggap putaran tawaf yang sah jika memulai sebelum sampai hajar aswad, setelah sampai hajar aswad, putaran tawaf baru dianggap sah.

Keempat, menyejajarkan pundak kiri dengan hajar aswad di awal dan akhir putaran. Memulai tawaf wajib dengan cara menyejajarkan pundak kiri dengan hajar aswad, tidak diperbolehkan saat memuali putaran tawaf, bagian dari pundak kiri lebih maju dari posisi hajar aswad. Demikian pula saat mengakhiri putaran tawaf, pundak kiri disejajarkan dengan hajar aswad sebagaimana saat memulai putaran tawaf atau lebih maju sedikit hingga sampai arah pintu Ka’bah, agar seluruh bagian Ka’bah secara yakin tawaf merata di seluruh bagian Ka’bah.

Kelima, menjadikan Ka’bah di sebelah kiri. Seseorang harus selalu memastikan bahwa Ka’bah berada di sebelah kirinya di setiap langkah tawafnya, sehingga jika di tengah putaran tidak sesuai posisi tersebut, wajib segera ke posisi yang benar dan melanjutkan hitungan putaran tawaf dari tempat tersebut.

Keenam, semua anggota badan dan pakaian berada di luar bangunan Ka’bah, Syadzarwan dan Hijr Isma’il. Saat tawaf, semua anggota badan dan pakaian orang yang tawaf, harus berada di luar bangunan-bangunan tersebut. Apabila di pertengahan putaran tawaf anggota badan berada di dalam kawasan-kawasan tersebut, maka tidak dihitung putaran tawaf, ia wajib segera berada di posisi yang benar dan melanjutkan jumlah putaran tawafnya.

Ketujuh, tawaf sebanyak tujuh kali putaran Tawaf harus dilakukan secara yakin sebanyak tujuh kali putaran, jika ragu-ragu, maka mengambil bilangan yang paling sedikit untuk selanjutnya menambah jumlah putarannya, sebagaimana keraguan dalam rakaat shalat. Keraguan yang timbul setelah selesai tawaf, tidak berpengaruh dalam keabsahan tawaf.

Kedelapan, tidak bertujuan selain tawaf saat berputar. Di sepanjang langkah putaran tawaf, tidak boleh ada tujuan lain yang mengalihkan dari tujuan tawaf, seperti berjalan dengan cepat untuk menghindari persentuhan dengan lawan jenis, menghindari penagih hutang dan semacamnya, maka tidak sah.

Kesembilan, berada di dalam Masjidil Haram. Posisi orang yang tawaf tidak boleh keluar dari bagian Masjidil Haram, meski terdapat perluasan masjid, hukumnya tetap sah melaksanakan tawaf di dalamnya asalkan masih termasuk bagian dari Masjidil Haram. Sebagian ulama menyaratkan juga tidak boleh keluar dari tanah haram saat tawaf, namun menurut Sebagian yang lain, di antaranya Syekh Ibnu Hajar al-Haitami tetap sah meski dilakukan di luar tanah haram asalkan masih berada di kawasan Masjidil Haram. Bagi orang yang sedang berihram, tidak disyaratkan niat dalam pelaksanaan tawaf, karena sudah tercakup dalam niat ihram haji/ umrah, hukum niat tawaf adalah sunnah. Sedangkan untuk orang yang tidak sedang berihram, maka disyaratkan niat tawaf saat memulai putaran tawaf.

Artikel Lainnya