Ada langkah yang bukan sekadar gerakan kaki, tapi perjalanan jiwa. Di pelataran Nabawi, ketika cahaya senja jatuh lembut di lantai suci, seorang hamba berjalan bukan menuju tempat, melainkan menuju ke dalam dirinya sendiri. Di bawah payung-payung besar yang menaungi para perindu, ia tak sedang berpindah posisi, tapi sedang mencari makna yang telah lama hilang: kedamaian yang hakiki.
Cahaya Nabawi bukan hanya sinar matahari yang menyinari Madinah. Ia adalah cahaya cinta, ilmu, dan rahmat yang terpancar dari teladan Rasulullah ﷺ. Siapa pun yang melangkah di tanah ini dengan hati yang ikhlas, akan merasakan bagaimana hatinya dilunakkan, egonya diruntuhkan, dan jiwanya dibuka untuk menerima cahaya-Nya.
Dalam sunyi pelataran itu, setiap suara menjadi dzikir. Setiap hembusan angin membawa salam para pecinta. Dan setiap langkah—meski sederhana dan perlahan—adalah tarian ruhani menuju kekasih sejati. Orang-orang mungkin melihat seorang lelaki berjalan, tapi di alam yang lebih dalam, itu adalah jiwa yang sedang pulang.
Sufi berkata: “Carilah Allah dalam keheningan.” Dan Nabawi adalah keheningan yang bertasbih. Ia mengajarkan bahwa kedamaian tak datang dari luar, tapi dari dalam diri yang berserah. Ia tak ditemukan dalam dunia yang ramai, tapi dalam hati yang tenang dan tunduk di hadapan Sang Pencipta.
Melangkah dalam cahaya Nabawi adalah melepaskan ambisi duniawi, menanggalkan kesombongan, dan memeluk kefanaan. Hati yang dulu penuh keluh kini penuh syukur. Dada yang dulu sesak kini lapang. Karena kedamaian sejati bukan tentang bebas dari masalah, tapi tentang dekat dengan Yang Maha Menggenggam segalanya.
Tak semua orang diberi nikmat menjejak tanah ini, karena Allah hanya mengundang mereka yang rindu dan siap disucikan. Maka berbahagialah bagi siapa pun yang bisa melangkah di bawah cahaya Nabawi. Sebab itu bukan sekadar perjalanan ibadah, melainkan perjalanan kembali pada fitrah: menjadi hamba yang hanya berharap pada Tuhannya.
Di Nabawi, kita belajar mencintai tanpa syarat. Mencintai Nabi, mencintai saudara seiman, mencintai dunia dengan bijak, dan mencintai akhirat dengan harap. Langkah-langkah itu akan membawa kita bukan hanya lebih dekat ke Raudhah, tapi lebih dalam kepada hakikat diri: bahwa kita diciptakan untuk mencinta dan dicinta oleh-Nya.
Semoga setiap langkah yang diayunkan di pelataran Nabawi menjadi saksi. Saksi bahwa pernah ada jiwa yang mencari, menangis, dan berserah. Dan semoga langkah itu menjadi awal dari perjalanan panjang menuju kedamaian yang sejati—kedamaian yang tidak hanya dirasakan, tetapi dipeluk dalam keabadian bersama cahaya-Nya.
Istilah-istilah dalam Ibadah Haji Assalaam
Do'a Niat Mandi Sunnah dan Shalat Sunnah Ihram dalam Ibadah Haji Assalaam
Ziarah Sekitar Masjidil Haram Assalaam
Catatan Perjalan Ibadah Haji 2025 : ARMUZNA Rangkaian Suci Puncak Ibadah Haji Assalaam
Posisi Terhormat Ibu Dalam Konsep Islam Assalaam
Haji 2025 Tak Lagi Seragam: Ketika Satu Kloter Terbelah Karena Syarikah Assalaam
Marhaban Ya Ramadhan : Oleh KH. Lukman Hakim Assalaam
"Menuju Haji Mabrur dengan Bimbingan Terarah" Assalaam
“Menepi Sejenak di Tanah Cinta: Saat Hati Bertemu Cahaya Nabawi” Assalaam
Tandatangani MoU, Indonesia akan Berangkatkan 221 Ribu Jemaah pada Operasional Haji 2025 : 12 Jan 2025 ; oleh Mustarini Bella Vitiara Assalaam
Belajar dari Unta: Makna dan Hikmah dari Keberadaannya Assalaam
Tempat Turunnya Wahyu Pertama kepada Rasulullah SAW Assalaam
Qolbun Salim: Hati yang Bersih dalam Pandangan Islam Assalaam
Ridho Allah dan Cinta-Nya: Tanda-Tanda yang Diberikan kepada Hamba-Nya Assalaam
Tiga Sikap yang Harus Dijahui Assalaam
Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.
Terima & LanjutkanPerlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR