“Di Ambang Nabawi, Hati yang Merindu Menemukan Rumah”

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 30
...

Di balik lengkung pintu yang megah, tampak Masjid Nabawi berdiri anggun di bawah langit yang bersih. Kubah hijaunya bersinar lembut di bawah cahaya pagi, sementara menara-menara menjulang tinggi, seolah mengantar doa-doa yang terbang dari lisan para perindu. Inilah salah satu tempat paling mulia di bumi, tanah yang menjadi saksi cinta dan air mata umat Muhammad ﷺ.

Langkah-langkah para jamaah mengalir masuk, perlahan namun pasti. Tak ada yang terburu-buru, karena setiap detik yang dilalui di pelataran Nabawi adalah ibadah, adalah perenungan, adalah kedekatan. Di sinilah kerinduan pada Rasulullah ﷺ menemukan tujuannya. Di sinilah cinta itu tak lagi hanya kata, tapi menjadi air mata yang jatuh tanpa suara.

Pandangan mata tertuju pada kubah hijau yang menjadi lambang kerinduan. Di bawahnya bersemayam tubuh manusia paling mulia, sang rahmat bagi seluruh alam. Hati-hati yang datang ke sini membawa rindu yang dalam, membawa pesan, membawa doa yang tak pernah habis sejak berabad-abad lalu. Mereka tak hanya berjalan menuju masjid, tetapi menziarahi kenangan, menziarahi cinta.

Setiap jamaah yang masuk ke Nabawi, seakan memasuki dunia yang berbeda. Suasana tenang, udara penuh keberkahan, dan jiwa-jiwa yang luluh dalam ibadah. Tak ada bahasa yang cukup untuk menggambarkan rasa syukur bisa berdiri di tempat ini—tempat yang pernah menjadi pusat cahaya Islam, tempat di mana Rasulullah ﷺ pernah menjejakkan kakinya, mengajarkan, memimpin, dan mencintai umatnya.

Dari ambang pintu itu, kita diajak merenung. Apa makna dari perjalanan ini? Apakah hanya sekadar wisata spiritual, atau ada pesan yang lebih dalam? Masjid Nabawi bukan hanya tempat singgah, tapi tempat pulang bagi jiwa-jiwa yang mencari Tuhan lewat cinta kepada Nabi-Nya. Setiap sujud di dalamnya adalah pelukan hangat dari langit untuk hati yang rapuh.

Kita menyaksikan kerumunan manusia dari berbagai bangsa berdiri dalam satu barisan, satu kiblat, satu doa. Tak peduli bahasa, warna kulit, atau asal negara, semuanya menyatu dalam zikir dan doa. Di sinilah Islam memperlihatkan keindahan yang sejati—persaudaraan dalam iman, kesatuan dalam cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Berdiri di ambang Nabawi adalah momen reflektif. Kita mungkin hanya punya waktu terbatas di sana, tapi kesan dan pelajaran yang dibawa pulang bisa abadi. Kita belajar tentang kerendahan hati, tentang makna menjadi umat yang tidak hanya mengagumi Rasulullah ﷺ, tapi meneladaninya dalam keseharian.

Maka ketika langkah kaki melintasi gerbang ini, jangan hanya membawa kamera dan tas kecil. Bawalah hati yang bersih, niat yang tulus, dan cinta yang ikhlas. Karena di ambang Nabawi, bukan hanya tubuh yang datang, tapi ruh yang pulang. Dan saat itulah kita sadar: kita tidak sedang bertamu, kita sedang kembali ke rumah yang selama ini kita rindukan.


Lainnya

Cookie Consent


Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.

Terima & Lanjutkan

Perlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR