Dalam naungan tiang-tiang Nabawi yang megah dan kokoh, kami duduk bersejajar dalam diam yang penuh makna. Tak ada suara riuh, hanya gemuruh doa dalam dada. Lantai sejuk Madinah seolah menjadi saksi bisu bahwa kami datang bukan sebagai orang asing, melainkan saudara yang dipertemukan oleh panggilan suci yang sama.
Kami tak selalu saling kenal sejak awal. Tak tahu asal, tak tahu latar. Tapi saat berdiri di saf yang sama, berdesak dalam doa, dan mengucap “labbaik” bersama, semua batas runtuh. Kami menjadi satu barisan, satu niat, satu tujuan: menggapai ridha-Nya dalam langkah dan sujud yang bersahaja.
Wajah-wajah yang dulu asing, kini menjadi bagian dari hati. Dalam setiap senyum di pelataran Nabawi, dalam setiap sapa lembut usai shalat berjamaah, tumbuhlah persaudaraan yang tak dibuat-buat. Tak perlu banyak kata, cukup satu anggukan, satu genggaman tangan—dan kami tahu: kita bersaudara karena Allah.
Nabawi memeluk kami dengan ketenangan yang tak bisa dijelaskan. Angin Madinah menyapu lembut ubun-ubun, seakan berkata: “Inilah tempat jiwa menemukan rumahnya.” Di tengah keheningan itu, kami berbagi cerita, berbagi zikir, dan terkadang hanya berbagi tatapan penuh rasa syukur.
Persaudaraan kami bukan karena dunia, bukan karena harta atau nama. Tapi karena di tempat ini, kami menyadari bahwa semua yang kami kejar tak ada artinya dibandingkan ridha-Nya. Maka kami saling menguatkan. Jika satu lelah, yang lain menopang. Jika satu tersesat, yang lain mengingatkan arah.
Di Nabawi, kami belajar bahwa ukhuwah sejati tak butuh alasan. Ia tumbuh dari keikhlasan, dari niat yang suci, dari ibadah yang bersama-sama dijaga. Kami tahu, perjumpaan ini mungkin sementara. Tapi ikatan yang kami bangun, insyaAllah abadi dalam doa dan kenangan.
Saat waktu beranjak pergi dan ziarah kami hampir usai, ada haru yang menetes di sela senyuman. Tapi kami tak takut akan perpisahan. Sebab persaudaraan yang dibangun dalam sujud akan tetap hidup meski jarak membentang. Dan Nabawi akan selalu menjadi titik temu dalam ingatan dan doa.
Inilah kami, saudara dalam iman, teman seperjalanan menuju ampunan. Dalam hening Nabawi, kami menemukan makna persaudaraan. Bukan sekadar duduk bersama, tapi menyatu dalam langkah yang sama: kembali kepada-Nya dengan hati yang saling menguatkan, mengakar dalam ridha Ilahi.
Istilah-istilah dalam Ibadah Haji Assalaam
Do'a Niat Mandi Sunnah dan Shalat Sunnah Ihram dalam Ibadah Haji Assalaam
Ziarah Sekitar Masjidil Haram Assalaam
Catatan Perjalan Ibadah Haji 2025 : ARMUZNA Rangkaian Suci Puncak Ibadah Haji Assalaam
Posisi Terhormat Ibu Dalam Konsep Islam Assalaam
Haji 2025 Tak Lagi Seragam: Ketika Satu Kloter Terbelah Karena Syarikah Assalaam
Marhaban Ya Ramadhan : Oleh KH. Lukman Hakim Assalaam
"Menuju Haji Mabrur dengan Bimbingan Terarah" Assalaam
“Menepi Sejenak di Tanah Cinta: Saat Hati Bertemu Cahaya Nabawi” Assalaam
Tandatangani MoU, Indonesia akan Berangkatkan 221 Ribu Jemaah pada Operasional Haji 2025 : 12 Jan 2025 ; oleh Mustarini Bella Vitiara Assalaam
Belajar dari Unta: Makna dan Hikmah dari Keberadaannya Assalaam
Tempat Turunnya Wahyu Pertama kepada Rasulullah SAW Assalaam
Qolbun Salim: Hati yang Bersih dalam Pandangan Islam Assalaam
Ridho Allah dan Cinta-Nya: Tanda-Tanda yang Diberikan kepada Hamba-Nya Assalaam
Tiga Sikap yang Harus Dijahui Assalaam
Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.
Terima & LanjutkanPerlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR