Dalam Hening Nabawi, Persaudaraan Kami Mengakar dalam Ridha Ilahi

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 42
...

Dalam naungan tiang-tiang Nabawi yang megah dan kokoh, kami duduk bersejajar dalam diam yang penuh makna. Tak ada suara riuh, hanya gemuruh doa dalam dada. Lantai sejuk Madinah seolah menjadi saksi bisu bahwa kami datang bukan sebagai orang asing, melainkan saudara yang dipertemukan oleh panggilan suci yang sama.

Kami tak selalu saling kenal sejak awal. Tak tahu asal, tak tahu latar. Tapi saat berdiri di saf yang sama, berdesak dalam doa, dan mengucap “labbaik” bersama, semua batas runtuh. Kami menjadi satu barisan, satu niat, satu tujuan: menggapai ridha-Nya dalam langkah dan sujud yang bersahaja.

Wajah-wajah yang dulu asing, kini menjadi bagian dari hati. Dalam setiap senyum di pelataran Nabawi, dalam setiap sapa lembut usai shalat berjamaah, tumbuhlah persaudaraan yang tak dibuat-buat. Tak perlu banyak kata, cukup satu anggukan, satu genggaman tangan—dan kami tahu: kita bersaudara karena Allah.

Nabawi memeluk kami dengan ketenangan yang tak bisa dijelaskan. Angin Madinah menyapu lembut ubun-ubun, seakan berkata: “Inilah tempat jiwa menemukan rumahnya.” Di tengah keheningan itu, kami berbagi cerita, berbagi zikir, dan terkadang hanya berbagi tatapan penuh rasa syukur.

Persaudaraan kami bukan karena dunia, bukan karena harta atau nama. Tapi karena di tempat ini, kami menyadari bahwa semua yang kami kejar tak ada artinya dibandingkan ridha-Nya. Maka kami saling menguatkan. Jika satu lelah, yang lain menopang. Jika satu tersesat, yang lain mengingatkan arah.

Di Nabawi, kami belajar bahwa ukhuwah sejati tak butuh alasan. Ia tumbuh dari keikhlasan, dari niat yang suci, dari ibadah yang bersama-sama dijaga. Kami tahu, perjumpaan ini mungkin sementara. Tapi ikatan yang kami bangun, insyaAllah abadi dalam doa dan kenangan.

Saat waktu beranjak pergi dan ziarah kami hampir usai, ada haru yang menetes di sela senyuman. Tapi kami tak takut akan perpisahan. Sebab persaudaraan yang dibangun dalam sujud akan tetap hidup meski jarak membentang. Dan Nabawi akan selalu menjadi titik temu dalam ingatan dan doa.

Inilah kami, saudara dalam iman, teman seperjalanan menuju ampunan. Dalam hening Nabawi, kami menemukan makna persaudaraan. Bukan sekadar duduk bersama, tapi menyatu dalam langkah yang sama: kembali kepada-Nya dengan hati yang saling menguatkan, mengakar dalam ridha Ilahi.


Lainnya

Cookie Consent


Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.

Terima & Lanjutkan

Perlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR