"Sedang Menikmati Air Zamzam

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 37
...

Menyentuh Bibir, Hati pun Berbisik pada Tuhan" Di antara deretan tiang marmer Masjidil Haram yang agung, seorang jamaah duduk bersandar, menyandarkan letihnya, lalu meneguk seteguk air dari gelas putih kecil. Air itu bukan sembarang air—itulah Zamzam, air suci yang penuh berkah dan sejarah panjang cinta seorang ibu kepada anaknya, dan kasih Tuhan kepada hamba-Nya.

Ia meneguk perlahan, seakan tiap tetesnya adalah butiran harapan yang mengalir masuk ke dalam jiwa. Tak ada kata yang diucapkan, namun wajahnya berbicara tentang kedalaman perasaan. Seakan saat air Zamzam menyentuh bibirnya, hatinya pun mulai berbisik pada Tuhan. Sebuah doa yang tak terdengar oleh telinga manusia, tetapi pasti sampai pada Sang Maha Mendengar.

Di sekitarnya, hiruk-pikuk dunia berjalan seperti biasa—anak muda lalu-lalang, jamaah lain sibuk mengambil air dari kran-kran zamzam yang berjajar. Namun di wajah lelaki tua itu, waktu seolah berhenti. Ia larut dalam hening spiritual yang hanya bisa dirasakan oleh jiwa-jiwa yang sedang mencari kedamaian sejati.

Seteguk air zamzam bukan hanya untuk menghilangkan haus. Ia adalah simbol pengharapan, tanda rindu, dan ikrar untuk kembali kepada fitrah. Rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa air zamzam tergantung pada niat peminumnya. Maka di balik tegukan itu, mungkin terbesit permohonan panjang umur, kesembuhan, ampunan, atau sekadar ucapan terima kasih kepada Allah atas kesempatan menginjakkan kaki di Tanah Suci.

Momen itu begitu sederhana, tetapi menyimpan kekuatan spiritual yang luar biasa. Sebab dalam sunyi, hati berbicara jujur pada Tuhan. Tidak ada basa-basi, tidak ada kebohongan. Hanya ketulusan, kepasrahan, dan harapan yang murni.

Foto ini bukan hanya menangkap seseorang yang sedang minum. Ia menangkap sebuah kisah tentang pertemuan seorang hamba dengan Penciptanya, di tengah kesunyian yang penuh makna. Saat dunia sibuk dengan segala urusannya, ada jiwa-jiwa yang diam-diam sedang memeluk rahmat-Nya dengan seteguk air zamzam.

Mari kita renungi: kapan terakhir kali kita berbicara jujur kepada Tuhan dalam diam? Kadang, kita tidak butuh kata-kata panjang. Cukup satu tegukan, satu isyarat, satu detik penuh keikhlasan. Seperti lelaki itu, yang minum sambil diam—namun hatinya tengah bicara tentang segalanya.


Lainnya

Cookie Consent


Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.

Terima & Lanjutkan

Perlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR