Tegak berdiri di antara kemegahan arsitektur Madinah, sebuah menara jam menyala indah di tengah langit malam. Waktu di sana terasa berjalan lambat, seolah memberi ruang bagi jiwa-jiwa yang sedang bermunajat. Tak jauh dari situ, tampak menara Masjid Nabawi menjulang tenang, seperti saksi bisu yang menyambut setiap detik dalam irama zikir dan doa.
Menara jam ini bukan sekadar penunjuk waktu, tetapi pengingat bahwa hidup terus bergerak, dan setiap detik yang kita miliki adalah karunia yang tak ternilai. Di Tanah Suci, waktu memiliki makna yang berbeda. Ia bukan sekadar hitungan angka, melainkan ruang untuk taubat, untuk syukur, dan untuk kembali merapat kepada Sang Pemilik waktu.
Ketika malam menyelimuti kota Madinah, cahaya dari jam ini bersinar lembut. Ia tidak menyilaukan, tapi menenangkan. Mengingatkan bahwa walaupun dunia terus berputar, hati seorang mukmin harus tetap terikat pada Sang Abadi. Detik-detik yang terlewat tidak boleh kosong, harus diisi dengan niat baik, ibadah, dan ingatan akan akhirat.
Tak jauh dari tempat ini, Rasulullah ﷺ dimakamkan. Beliau adalah manusia yang paling tahu cara memanfaatkan waktu dengan bijak. Hidupnya singkat, tapi pengaruhnya abadi. Dari waktu-waktunya yang digunakan untuk berdoa, mengajarkan, memimpin, hingga menyayangi umat, kita belajar bahwa waktu adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban.
Menara waktu di sisi Nabawi ini mengajak kita merenung: Sudahkah kita menjadikan setiap waktu kita sebagai ladang amal? Ataukah justru waktu berlalu tanpa makna, tanpa sujud, tanpa dzikir, tanpa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya? Foto ini adalah potret keindahan arsitektur, tapi lebih dari itu, ia adalah cermin untuk jiwa yang sedang mencari arah.
Ada ribuan jamaah yang berlalu-lalang melewati menara ini setiap hari. Sebagian hanya melihatnya sekilas. Tapi bagi mereka yang sedang dalam pencarian batin, menara ini seakan berbicara, “Gunakan waktumu sebelum datang masa di mana waktu tak lagi berguna.” Di tempat suci seperti ini, detik-detik terasa lebih bernilai dari emas.
Malam di Madinah memberi ketenangan yang tak ditemukan di tempat lain. Dan dalam ketenangan itu, menara jam berdiri sebagai pengingat bahwa hidup ini bukan tentang berapa lama kita hidup, tapi tentang apa yang kita lakukan dalam rentang waktu yang singkat itu. Di kota Nabi, waktu menjadi teman perjalanan menuju kesadaran ruhani.
Mari kita gunakan waktu yang tersisa dengan bijak. Jika menara jam ini bisa berbicara, mungkin ia akan berkata, “Aku mencatat waktu-waktu terbaikmu di sini: saat kau menangis dalam doa, saat kau menyebut nama-Nya dalam dzikir, dan saat hatimu kembali pulang kepada-Nya.” Karena sesungguhnya, di antara detik yang terus bergulir, ada zikir yang tak pernah henti dari hati yang merindu.
Istilah-istilah dalam Ibadah Haji Assalaam
Do'a Niat Mandi Sunnah dan Shalat Sunnah Ihram dalam Ibadah Haji Assalaam
Ziarah Sekitar Masjidil Haram Assalaam
Catatan Perjalan Ibadah Haji 2025 : ARMUZNA Rangkaian Suci Puncak Ibadah Haji Assalaam
Posisi Terhormat Ibu Dalam Konsep Islam Assalaam
Haji 2025 Tak Lagi Seragam: Ketika Satu Kloter Terbelah Karena Syarikah Assalaam
Marhaban Ya Ramadhan : Oleh KH. Lukman Hakim Assalaam
"Menuju Haji Mabrur dengan Bimbingan Terarah" Assalaam
“Menepi Sejenak di Tanah Cinta: Saat Hati Bertemu Cahaya Nabawi” Assalaam
Tandatangani MoU, Indonesia akan Berangkatkan 221 Ribu Jemaah pada Operasional Haji 2025 : 12 Jan 2025 ; oleh Mustarini Bella Vitiara Assalaam
Belajar dari Unta: Makna dan Hikmah dari Keberadaannya Assalaam
Tempat Turunnya Wahyu Pertama kepada Rasulullah SAW Assalaam
Qolbun Salim: Hati yang Bersih dalam Pandangan Islam Assalaam
Ridho Allah dan Cinta-Nya: Tanda-Tanda yang Diberikan kepada Hamba-Nya Assalaam
Tiga Sikap yang Harus Dijahui Assalaam
Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.
Terima & LanjutkanPerlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR