Senja Nabawi: SAAT LANGIT DAN HATI SAMA-SAMA TENANG

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 61
...

Ada saat di mana waktu seolah melambat, dan jiwa terasa lebih ringan dari biasanya. Itulah yang dirasakan ketika senja mulai menyapa pelataran Masjid Nabawi. Langit Madinah perlahan beralih warna, dari biru cerah menjadi semburat ungu keemasan. Cahaya matahari yang tersisa memantul di marmer putih, menciptakan suasana magis yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Di tengah keramaian para peziarah, ada keheningan yang justru membuat hati larut dalam ketenangan.

Senja di Nabawi bukan hanya perubahan waktu, tetapi peristiwa batin. Jamaah yang sedari pagi sibuk beribadah, berjalan kaki, atau mencari tempat berteduh, kini mulai memperlambat langkah. Mereka duduk, bersandar, atau berdoa dengan tenang. Seakan-akan semua sadar, bahwa inilah momen untuk kembali memeluk keheningan hati. Tak ada suara keras, tak ada keluhan. Yang ada hanya desir angin gurun, lantunan doa, dan kerinduan kepada Rasulullah ﷺ.

Masjid Nabawi menyimpan sejarah besar peradaban Islam, namun lebih dari itu, ia menyimpan kedamaian yang tak mudah ditemukan di tempat lain. Setiap sudutnya, setiap tiang dan lampunya, seolah membisikkan ketenteraman. Saat langit mulai redup, lampu-lampu Nabawi perlahan menyala, menciptakan cahaya keemasan yang menyambut malam dengan penuh kelembutan. Tidak hanya langit yang tenang—hati para peziarah pun ikut menyatu dalam ketenangan itu.

Bagi jamaah haji 2025, momen senja di Nabawi menjadi kenangan yang tak terlupakan. Di antara kerinduan yang telah lama dipupuk dan doa-doa yang tak henti dipanjatkan, banyak yang justru merasa lebih dekat dengan Allah saat senja datang. Di pelataran itu, banyak air mata tumpah tanpa suara. Bukan karena kesedihan, melainkan karena syukur. Karena telah sampai di kota Nabi, karena telah diberi kesempatan menginjak tanah yang diberkahi.

Tak sedikit yang memilih senja sebagai waktu untuk merenung. Duduk di lantai marmer yang sejuk, menatap langit yang mulai gelap, sembari mengingat dosa dan harapan. Di saat itulah kesadaran muncul bahwa hidup ini hanyalah perjalanan, dan Nabawi adalah salah satu persinggahan paling indah dalam hidup seorang Muslim. Di sana, mereka tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah, tapi juga kembali menemukan jati diri.

Mereka yang sebelumnya gelisah, resah, atau merasa hampa, tiba-tiba merasa utuh kembali. Seolah segala beban sirna begitu saja saat mata menatap kubah hijau dan menara tinggi yang berdiri kokoh. Hati yang semula kusut, mulai terurai perlahan. Inilah kekuatan spiritual yang tak bisa dijelaskan logika, namun begitu nyata dirasakan oleh setiap jiwa yang tulus datang ke Madinah.

Senja Nabawi bukan hanya momen alam, tapi momen spiritual. Saat langit berubah warna, hati pun berubah rasa. Semua tampak lebih ringan, lebih damai. Tak heran, banyak jamaah yang diam-diam berharap waktu berhenti sejenak. Agar mereka bisa lebih lama menikmati ketenangan yang langka itu—ketenangan yang datang bersamaan dengan suara azan maghrib yang menggema menyentuh relung hati.

Dan ketika malam akhirnya tiba, hati para peziarah kembali pulang dalam hening. Bukan karena lelah, tetapi karena telah cukup disirami kedamaian. Senja Nabawi akan selalu hidup dalam ingatan mereka—sebagai bukti bahwa di antara hiruk-pikuk dunia, masih ada tempat di mana langit dan hati bisa benar-benar tenang.


Lainnya

Cookie Consent


Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.

Terima & Lanjutkan

Perlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR