Menatap Nabawi bukan hanya melihat bangunan yang megah dan indah. Ia adalah momen hening yang seolah menghentikan waktu. Di hadapan kubah hijau itu, setiap rindu yang lama terpendam tiba-tiba menyeruak, seakan-akan jiwa ini sedang mengirim salam dengan pelukan dari kejauhan—untuk Nabi yang begitu kita cintai, Muhammad ﷺ.
Di setiap lengkung menara dan batu-batu yang membentuk dinding Nabawi, ada jejak cinta yang tak terukur. Ini bukan sekadar tempat, tapi ruang spiritual yang menyimpan getaran sejarah, doa para sahabat, air mata para pecinta, dan puing-puing rindu umat dari berbagai zaman. Hati siapa yang tak bergetar ketika berdiri di pelatarannya?
Saat kaki melangkah menuju Masjid Nabawi, terasa seolah kita sedang berjalan menuju pelukan Rasulullah ﷺ—bukan secara fisik, tapi dalam kedalaman makna dan cinta. Salam-salam yang selama ini kita ucapkan dalam shalawat, kini serasa lebih dekat. Lebih nyata. Lebih menyentuh.
Banyak orang datang ke Madinah membawa doa dan harapan. Namun, mereka pulang membawa sesuatu yang tak bisa dibeli: ketenangan jiwa dan cinta yang semakin besar kepada Rasulullah ﷺ. Nabawi mengajarkan bahwa mencintai Nabi bukan hanya dengan lisan, tapi dengan menghadirkan beliau dalam perilaku kita sehari-hari.
Madinah bukan kota biasa. Ia adalah kota yang dijaga oleh doa Nabi. Hawa sejuknya menyapa bukan hanya kulit, tapi juga ruh. Di sanalah akhlak Nabi tak hanya diceritakan, tapi dirasakan dalam keramahan, kesabaran, dan kedamaian yang meresap hingga lubuk hati. Maka tak heran, banyak yang menangis bukan karena kesedihan, tetapi karena rasa syukur bisa berada dekat dengan sang teladan.
“Assalamu ‘alaika ya Rasulullah” bukan sekadar ucapan bibir. Ia adalah debar rindu yang mengalir dari hati. Dan saat kita menatap Masjid Nabawi, kita seolah memeluk Nabi dengan penuh cinta, meski tak bersua langsung. Salam-salam itu melayang lembut, melewati udara Madinah, menyapa pusara mulia tempat beliau beristirahat.
Nabawi mengingatkan kita bahwa cinta sejati pada Nabi harus diterjemahkan ke dalam kehidupan nyata: menebar kasih, menahan amarah, menjaga kejujuran, dan merawat ukhuwah. Karena siapa yang benar-benar mencintai, pasti ingin meneladani.
Semoga Allah mudahkan langkah kita untuk kembali ke Madinah. Bukan hanya untuk mengobati rindu, tapi untuk memperbarui janji: bahwa kita akan terus mencintai, meneladani, dan memperjuangkan ajaran Rasulullah ﷺ, sampai kelak kita dipertemukan kembali—di telaga al-Kautsar.
Istilah-istilah dalam Ibadah Haji Assalaam
Do'a Niat Mandi Sunnah dan Shalat Sunnah Ihram dalam Ibadah Haji Assalaam
Ziarah Sekitar Masjidil Haram Assalaam
Catatan Perjalan Ibadah Haji 2025 : ARMUZNA Rangkaian Suci Puncak Ibadah Haji Assalaam
Posisi Terhormat Ibu Dalam Konsep Islam Assalaam
Haji 2025 Tak Lagi Seragam: Ketika Satu Kloter Terbelah Karena Syarikah Assalaam
Marhaban Ya Ramadhan : Oleh KH. Lukman Hakim Assalaam
"Menuju Haji Mabrur dengan Bimbingan Terarah" Assalaam
“Menepi Sejenak di Tanah Cinta: Saat Hati Bertemu Cahaya Nabawi” Assalaam
Tandatangani MoU, Indonesia akan Berangkatkan 221 Ribu Jemaah pada Operasional Haji 2025 : 12 Jan 2025 ; oleh Mustarini Bella Vitiara Assalaam
Belajar dari Unta: Makna dan Hikmah dari Keberadaannya Assalaam
Tempat Turunnya Wahyu Pertama kepada Rasulullah SAW Assalaam
Qolbun Salim: Hati yang Bersih dalam Pandangan Islam Assalaam
Ridho Allah dan Cinta-Nya: Tanda-Tanda yang Diberikan kepada Hamba-Nya Assalaam
Tiga Sikap yang Harus Dijahui Assalaam
Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.
Terima & LanjutkanPerlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR