Dalam Bayang Nabawi, Ada Doa yang Tak Pernah Selesai

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 42
...

Madinah tidak pernah menjadi tempat biasa. Ia adalah kota cinta, kota tenang, kota yang menyimpan jejak langkah Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Di bawah langit Madinah, di antara kubah hijau dan menara Nabawi yang menjulang, hati manusia sering kali luluh tak bersisa. Tak ada yang datang ke kota ini kecuali pulang dengan perasaan yang tak ingin pergi.

Di dalam bayang Masjid Nabawi, orang-orang menengadahkan tangan bukan karena lemah, tapi karena tahu hanya kepada Allah tempat kembali. Di sana, suara tidak perlu lantang, karena bahkan bisikan pun didengar. Doa mengalir tanpa diminta untuk dihentikan, karena di tempat ini… hati seakan diberi ruang untuk bicara lebih dalam.

Ada yang berdoa dengan linangan air mata. Ada yang hanya terdiam, namun matanya berkata lebih dari ribuan kalimat. Ada pula yang duduk lama, memandang arah Raudhah, sembari menggenggam harapan yang belum juga terwujud. Semua membawa cerita yang berbeda, tapi satu hal yang sama: mereka percaya doa di tempat ini lebih dekat ke langit.

Tak sedikit yang mengaku, justru di Madinah-lah mereka menemukan ketenangan yang tidak didapatkan di tempat lain. Makkah menguatkan semangat dan perjuangan, tapi Madinah melembutkan hati dan menenangkan jiwa. Di sinilah doa-doa tak pernah selesai—karena selalu ada rindu untuk kembali, dan selalu ada ruang untuk meminta lebih banyak lagi dari Allah.

Foto siluet seorang wanita yang berdoa di hadapan Nabawi itu bukan hanya potret ibadah. Itu adalah simbol dari setiap jiwa yang datang dengan luka, lalu disembuhkan oleh ketenangan. Wajahnya menatap langit, namun hatinya menghadap Rasulullah. Di dalam doanya, mungkin ia menyebut nama keluarganya, negerinya, atau hanya sekadar ingin tetap tinggal dalam damai.

Ketika seseorang berdoa di depan Masjid Nabawi, waktu seakan berhenti. Tidak ada hiruk pikuk dunia, tidak ada ambisi, hanya kerinduan dan cinta. Dan entah mengapa, doa-doa yang dipanjatkan di sini selalu terasa lebih tulus, lebih jujur, lebih mendalam. Mungkin karena kita tahu, tempat ini bukan hanya tanah biasa—ia adalah tanah yang diberkahi cinta Nabi.

Setelah kembali ke tanah air, Madinah tak pernah benar-benar ditinggalkan. Ia tetap hidup dalam ingatan, dalam kerinduan, dan terutama dalam setiap doa yang terulang. Karena doa di Madinah tak pernah selesai. Ia melanjutkan perjalanannya ke langit, terus mengetuk pintu rahmat, bahkan ketika kita sudah jauh secara jasad.

Maka siapa pun yang pernah merasakan sejuknya bayang Nabawi, pasti tahu rasanya pulang tapi tidak sepenuhnya kembali. Karena sebagian hati kita telah ditinggalkan di sana—bersama doa yang tak henti kita panjatkan, dan cinta yang tak pernah habis kepada Rasulullah ﷺ.


Lainnya

Cookie Consent


Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.

Terima & Lanjutkan

Perlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR