Ibadah Umrah, dengan ritual thawaf dan sa'inya adalah penegasan kembali ketaatan kepada Allah SWT melalui manasik yang ditetapkan. Namun, para peziarah, perjalanan spiritual belum lengkap tanpa mendaki Jabal Nur (Bukit Cahaya) atau lebih dikenal Gua Hira. Tempat itu sering digunakan Rasulullah SAW melakukan tahannuts (pengasingan diri) sebelum menerima wahyu. Napak tilas ini bukan sekadar kunjungan sejarah, melainkan upaya mendalami hakikat spiritual dan persiapan batin yang melandasi seluruh risalah Islam.
Tahannuts (atau takhallī) adalah praktik pengasingan diri yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. Praktik ini memiliki dua dimensi utama, yaitu : 1) Hakikat Tahannuts (Pengasingan Diri). Tahannuts adalah kegiatan ritual sebelum Islam, yang dilakukan oleh suku Quraisy yang memiliki kecenderungan spiritual, sebagai upaya mencari kebenaran dan menjauhi praktik kesyirikan. Bagi Nabi Muhammad SAW, praktik ini menjadi sarana untuk ; a) pembersihan batin (Tazkiyatun Nufs) yaitu menjauhkan diri dari hiruk pikuk dan kebobrokan moral masyarakat Mekkah pada masa Jahiliyah dan b) kontemplasi (Tafakkur), yaitu merenungkan penciptaan alam semesta dan mencari kebenaran tentang Tuhan Yang Maha Esa, 2) Gua Hira sebagai laboratorium wahyu, terletak sekitar 4 km di utara Masjidil Haram. Di puncak Jabal Nur adalah tempat isolasi yang sempurna, di dalam gua yang gelap dan sunyi ini Nabi SAW mampu mencapai tingkat fokus dan kejernihan spiritual tertinggi yang merupakan prasyarat mutlak untuk menerima wahyu pertama (Iqra').
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa isolasi ('uzlah) adalah metode efektif untuk menenangkan pikiran (naṭiqah) dan menguatkan hati (qalb) sehingga siap menerima bisikan kebenaran ilahi. Meskipun mendaki Gua Hira bukan bagian dari rukun atau wajib umrah, ia menjadi praktik sunnah ʻurfiyyah (kebiasaan) yang sangat populer karena mengandung hikmah spiritual.
Ibadah Umrah melambangkan perjalanan fisik dan ketaatan kepada Allah. Ketika seorang peziarah menyelesaikan manasik Umrahnya dan kemudian mendaki Hira, ia secara simbolis berusaha meniru proses persiapan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sebelum beliau menjadi Nabi. Thawaf sebagai upaya membersihkan diri dari dosa dan mencari pusat tauhid. Sementara mendaki gua Hira upaya mencari kejernihan batin dan ketenangan, meniru tahannuts Nabi.
Para ulama kontemporer mengingatkan bahwa mendaki Hira harus dilandasi niat benar. Jika niatnya hanya untuk berfoto atau mencari sensasi, ia tidak mendapatkan nilai spiritual. Niat yang benar adalah Ittiba' (mengikuti) jejak Nabi SAW dalam mencari nūr (cahaya) dan hidayah (petunjuk). Tafakkur (Kontemplasi), merenungkan betapa agungnya wahyu yang diturunkan di tempat yang sunyi dan gelap tersebut dan betapa besarnya tantangan yang dihadapi Nabi SAW. Kunjungan ke Gua Hira dan Umrah secara keseluruhan menawarkan pelajaran mendalam tentang kebutuhan manusia akan pemisahan sementara dari keduniaan.
Praktik tahannuts di Hira sejalan dengan konsep modern tentang digital detox atau mindfulness. Pengasingan diri dari stimulus duniawi (hiruk pikuk Mekkah) memungkinkan pikiran untuk beroperasi pada level yang lebih dalam sehingga mudah menerima intuisi spiritual.
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dan ulama sufi lainnya sangat menekankan ʻuzlah sebagai salah satu tahap penting dalam suluk (perjalanan spiritual). Dalam ʻuzlah tersebut, jiwa diuji dengan kesendirian dan keheningan yang pada akhirnya mematahkan ketergantungan pada makhluk dan menguatkan ketergantungan pada Allah (tawakal).
Peristiwa di Gua Hira tidak hanya tentang kesendirian, tetapi tentang perintah membaca (Iqra') sebagai wahyu pertama. Gua Hira mengajarkan bahwa tidak ada ibadah bahkan tahannuts sekalipun yang lebih utama daripada ilmu dan pengetahuan. Nabi SAW yang menyendiri diperintahkan untuk memulai risalahnya dengan membaca.
Bagi peziarah, mendaki Hira adalah pengingat bahwa keimanan sejati harus dibarengi dengan pencarian ilmu yang gigih, sebagaimana Nabi SAW diperintahkan membaca meskipun beliau ummi (tidak bisa membaca). Ini memotivasi peziarah untuk kembali dari Umrah dengan semangat Iqra' yang baru.
Saat ini, mendaki Hira sering diiringi riya' (pamer) dan sum'ah (ingin didengar) karena difasilitasi oleh media sosial. Kajian etika (adab) umrah menekankan ; a) Peziarah harus berjuang keras untuk memastikan niatnya di Gua Hira adalah meniru keikhlasan Nabi SAW yang bersembunyi dari pandangan manusia. Keberhasilan spiritual di Hira terletak pada kualitas perenungan, bukan pada foto yang dibagikan, b) keutamaan shalat di Masjidil Haram (100.000 kali) jauh lebih besar daripada shalat sunah di puncak Hira. Karenanya, fokus utama peziarah Umrah harus tetap pada Masjidil Haram dan menjadikan kunjungan ke Hira sebagai pelengkap penyucian jiwa.
Napak tilas khalwat Rasulullah SAW di Gua Hira adalah simbol bagi setiap Muslim tentang pentingnya introspeksi, kontemplasi, dan persiapan batin sebelum melaksanakan tugas besar. Meskipun Umrah adalah amal lahiriah yang terstruktur, kunjungan ke Hira mengajarkan bahwa ibadah sejati harus berakar pada pembersihan dan penguatan jiwa. Ia adalah jembatan yang menghubungkan ritual thawaf yang ramai dengan keheningan tahannuts yang mendalam, mengingatkan bahwa cahaya iman dimulai dari kegelapan Gua Hira.
Istilah-istilah dalam Ibadah Haji Assalaam
Do'a Niat Mandi Sunnah dan Shalat Sunnah Ihram dalam Ibadah Haji Assalaam
Ziarah Sekitar Masjidil Haram Assalaam
Catatan Perjalan Ibadah Haji 2025 : ARMUZNA Rangkaian Suci Puncak Ibadah Haji Assalaam
Posisi Terhormat Ibu Dalam Konsep Islam Assalaam
Haji 2025 Tak Lagi Seragam: Ketika Satu Kloter Terbelah Karena Syarikah Assalaam
Marhaban Ya Ramadhan : Oleh KH. Lukman Hakim Assalaam
"Menuju Haji Mabrur dengan Bimbingan Terarah" Assalaam
“Menepi Sejenak di Tanah Cinta: Saat Hati Bertemu Cahaya Nabawi” Assalaam
Tandatangani MoU, Indonesia akan Berangkatkan 221 Ribu Jemaah pada Operasional Haji 2025 : 12 Jan 2025 ; oleh Mustarini Bella Vitiara Assalaam
Belajar dari Unta: Makna dan Hikmah dari Keberadaannya Assalaam
7 Amal Sholeh dengan Pahala Seperti Haji dan Umrah Assalaam
Tempat Turunnya Wahyu Pertama kepada Rasulullah SAW Assalaam
Qolbun Salim: Hati yang Bersih dalam Pandangan Islam Assalaam
Ridho Allah dan Cinta-Nya: Tanda-Tanda yang Diberikan kepada Hamba-Nya Assalaam
Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.
Terima & LanjutkanPerlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR