Perjalanan Spiritual yang Menggetarkan Hati, UMROH DAN ZIARAH MA’LA, (KH. Lukman Hakim)

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 83
...

Ibadah umroh merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Berbeda dengan haji yang memiliki waktu tertentu, umroh bisa dilakukan kapan saja sepanjang tahun. Selain melaksanakan rangkaian ibadah di Masjidil Haram, jemaah umroh juga sering menyempatkan diri untuk melakukan ziarah ke tempat-tempat bersejarah di Mekkah, salah satunya adalah Ma'la, sebuah kompleks pemakaman yang penuh nilai sejarah dan spiritual. Setelah menyelesaikan ibadah umroh, banyak jemaah menyempatkan diri untuk berziarah ke tempat-tempat bersejarah. Salah satu tempat paling sakral dan penuh makna adalah Pemakaman Ma'la (Jannat al-Mu'alla), yang terletak di utara Masjidil Haram, sekitar 1,5 km dari Ka'bah.

Ziarah ke Ma'la bukan hanya bentuk penghormatan, tapi juga sebagai cara untuk merenungi perjuangan para pendahulu Islam yang telah berjasa besar dalam penyebaran agama ini. Ziarah kubur dalam Islam dianjurkan sebagai pengingat akan kematian dan kehidupan akhirat. Namun, penting bagi jemaah untuk tetap menjaga adab saat berziarah, yaitu dengan menyampaikan salam kepada ahli kubur, menyampaikan doa untuk mereka dan memohon kepada Allah agar mendapatkan berkah serta mampu mentauladani akhlak dan prilaku mereka yang baik.

Perjalanan umroh dan ziarah ke Ma'la bukan hanya sekadar ritual, tetapi merupakan pengalaman spiritual yang menyentuh hati dan memperdalam keimanan. Umroh mengajarkan ketundukan dan kesederhanaan, sementara ziarah ke tempat bersejarah seperti Ma'la mengajarkan kita untuk mengenang perjuangan dan keteguhan para pendahulu dalam menegakkan Islam.

Bagi jemaah haji dan umrah, Ma'la adalah magnet spiritual untuk berziarah, menghormati jasa para pendahulu, dan mendapatkan berkah. Mengunjungi Ma'la memberikan kesempatan untuk merenungkan nilai-nilai keteladanan, kesabaran, dan pengorbanan para tokoh yang dimakamkan di sana, juga merupakan pengalaman spiritual yang tak terlupakan bagi siapa saja yang datang ke Makkah.

Dahulu Ma’la adalah nama salah satu perkampungan di Mekkah. Nabi Muhammad tinggal di perkampungan ini sebelum beliau hijrah ke Madinah. Dinamakan Ma’la karena berada di dataran tinggi kota Mekkah, bersebelahan di bukit Jabal al-Sayyidah (gunung Sayyaidah Khadijah), daerah Hajun yang letaknya tidak jauh dari Masjid al-Haram.

Ma’la kemudian dikenal dengan kompleks pemakaman tertua di Mekkah yang usianya sudah lebih dari 1.700 tahun. Ma’la mulai dijadikan sebagai kompleks pemakaman pada abad ke-6 M ketika orang-orang Quraisy mulai menguasai Mekkah. Pemakaman Ma’la juga dikenal dengan Maqbarah al-Hajun (pemakaman Hajun) dan Jannat al-Ma’la (surga al-Ma’la). Orang-orang Syi’ah di Iran menyebutnya dengan pemakaman Abi Thalib. Nama-nama keluarga Nabi Muhammad yang dimakamkan di Ma’la adalah Qushai bin Kilab (kakek ke-5 Nabi), Abdu Manaf bin Qushai, Hasyim bin Abdu Manaf, Abdul Muthallib bin Hasyim, dan Abu Thalib. Selain keluarga Nabi, juga tercatat ada 45 sahabat yang dimakamkan di Ma’la, yang terdiri dari 38 laki dan 7 perempuan. Di antaranya adalah Abdullah bin Zubair bin Awwam, Asma’ binti Abu Bakar, Abdurrahman bin Abu Bakar, Samiyyah binti Khayyath, Abdullah bin Umar, dan Zainab binti Mazh’un. Pemakaman Ma’la menjadi sangat istimewa karena di pemakaman inilah istri pertama Rasulullah, Sayyidah Khadijah beserta kedua putranya; Qasim dan Abdullah dimakamkan.

Menurut keterangan dari Muhamamd Husen Haekal dalam bukunya Fi Manzil al-Wahyi, bahwa dulu kuburan di Ma’la ada beberapa yang diberi tanda dengan didirikan kubah besar seperti pada makam Sayyidah Khadijah sehingga akan memudahkan para jama’ah haji yang ingin berziarah. Sayangnya, saat ini kubah itu dihancurkan dan diratakan karena dianggapnya membangun kubah diatas makam sebagai perbuatan musyrik (menurut paham Wahabi) sehingga sampai sekarang seluruh kuburan di Ma’la hanya ditandai dengan satu atau dua bongkah batu di atas setiap kuburan.

Ma’la adalah kompleks pemakaman istimewa. Keistimewaannya disebut dalam beberapa hadis diantaranya riwayat dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda, “Sebaik-baik pemakaman adalah makam penduduk Mekkah (Ma’la).” (HR. al-Bazzar). Dalam Mausu’ah al-Hafizh Ibnu Hajar al-Haitami dan Hasyiyah Muhyiddin Syaikhu Zadah disebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Muhammad bersabda, yang artinya, “Allah akan bangkitkan dari tempat ini (Ma’la) dan dari seluruh tanah Haram 70.000 orang yang akan masuk surga tanpa hisab. Wajah mereka bercahaya laksana bulan purnama. Setiap orang dari mereka akan memberi syafa’at kepada 70.000 orang dengan wajah yang bersinar laksana bulan purnama juga.” Sayyid Afifuddin al-Mahjub dalam Uddah al-Inabah fi Amakin al-Mustajabah menjelaskan keisitimewaan Ma’la dengan mengutip sebuah hadis yang artinya : Diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau pernah bertanya kepada Allah tentang penghuni pemakaman Baqi’ al-Gharqad?. Kemudian Allah menjawab, “Bagi mereka adalah surga.” Beliau bertanya lagi, Bagaimana dengan penghuni Ma’la”.” Allah menjawab, “Muhammad, engkau bertanya tentang tetanggamu, maka tidak perlu engkau bertanya tentang tetangga-Ku.” Keadaan inilah yang menyebabkan banyak ulama, baik dari luar Indonesia maupun dari Indoensia sendiri berharap bisa wafat di Mekkah dan dimakamkan di Ma’la.

Banyak ulama besar yang juga dimakamkan di sana, termasuk ulama Indonesia seperti Syeikh Yassin Al Fadani dan KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) yang wafat tepat di usia 91 tahun (28 Oktober 1928- 6 Agustus 2019).

Semoga bermanfaat. Amiin


Lainnya

Cookie Consent


Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.

Terima & Lanjutkan

Perlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR