Malam di Tanah Suci: Di Bawah Jam yang Menjaga Doa

  • Assalaam
  • H. Muttaqien
  • 39
...

Malam tiba di Tanah Suci dengan caranya yang agung. Langit Makkah menjadi saksi atas ribuan jiwa yang terus mengalir menuju Masjidil Haram. Tak ada suara bising dunia, hanya gemuruh dzikir dan gemetar haru dari lisan yang mengulang-ulang nama-Nya. Di bawah cahaya jam besar yang bertuliskan lafaz Allah, waktu seakan berhenti untuk memberi ruang pada hati yang ingin menetap lebih lama di pelataran suci ini.

Setiap detik terasa penuh makna. Sebagian jamaah masih berdiri khusyuk dalam tahajud, sebagian lainnya telah rebah dalam lelap, berselimut kain tipis dan doa yang tak pernah putus. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia, membawa keinginan, luka, harapan, dan syukur dalam satu tujuan: mendekat kepada Allah. Lelah raga tak mampu mengalahkan semangat jiwa yang dipenuhi cinta Ilahi.

Jam raksasa di atas Menara Abraj Al-Bait berdetak tenang. Ia seakan menjadi pengingat bahwa waktu di Tanah Suci bukan sekadar hitungan menit dan jam. Ia adalah waktu yang dilipat berkahnya, diluaskan pahalanya, dan dijaga setiap detiknya oleh jutaan doa yang terlantun. Malam itu, bukan sekadar malam—tapi ruang rahmat yang dibuka luas untuk siapa saja yang ingin berserah.

Tak ada tempat di dunia yang sanggup membuat tidur di atas lantai marmer terasa begitu damai seperti di sini. Tanpa kasur empuk, tanpa pendingin ruangan, namun para jamaah merasa cukup. Cukup dengan berada dekat dengan Ka'bah, cukup karena tahu Allah sedang memandang mereka, cukup karena mereka sedang berada di tempat paling dicintai-Nya.

Malam seperti ini bukan hanya soal ibadah, tapi juga soal penyembuhan. Di Tanah Suci, banyak hati yang selama ini beku menjadi luluh. Banyak luka yang tersembunyi selama bertahun-tahun, akhirnya pecah dalam air mata yang jatuh saat sujud. Semua itu terjadi di bawah cahaya jam yang tak hanya menunjukkan waktu, tapi juga menjadi saksi bisu perjalanan spiritual yang begitu dalam.

Ada ketenangan yang tak bisa dibeli, hanya bisa dirasakan. Duduk bersila memandangi Ka’bah, mendengarkan ayat-ayat suci yang mengalun dari imam masjid, atau sekadar diam di antara kerumunan jamaah yang menangis diam-diam. Malam itu, Allah hadir begitu dekat. Begitu nyata. Tak perlu banyak kata, karena semua terasa cukup hanya dengan diam dan menyadari bahwa kita sedang sangat dekat dengan-Nya.

Bagi jamaah haji 2025, malam ini akan selalu hidup dalam kenangan. Dalam foto yang disimpan, dalam jurnal harian, dalam ingatan yang tak akan pudar. Bahwa pernah ada malam ketika dunia terasa jauh, dan yang dekat hanyalah Allah. Bahwa pernah ada waktu, di mana hati merasa lebih hidup daripada sebelumnya—di pelataran suci, di bawah jam yang menjaga doa.

Dan esok, ketika fajar menyingsing, mereka akan kembali berdiri. Melanjutkan ibadah, menuntaskan rukun, dan mempersembahkan diri seutuhnya hanya untuk-Nya. Tapi malam ini, biarlah menjadi malam yang abadi dalam jiwa. Malam di Tanah Suci... di bawah jam yang menjaga setiap bisik harapan.


Lainnya

Cookie Consent


Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda di situs ini. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie kami.

Terima & Lanjutkan

Perlu informasi lebih lanjut? Kebijakan Privasi – atau – Kebijakan Cookie dan GDPR